Bali, (UIN SU)
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas diwakili Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag RI Prof Dr Muhammad Ali Ramdhani membuka kegiatan 21 th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2022 di Hotel Four Points, Bali, Seraton, Selasa (1/11) malam. Forum ilmiah ini membahas kajian Islam sebagai ajaran yang mengajarkan mencintai sesama umat beragama.
Forum akbar ilmiah dengan tema besar islamic studies ini diselenggarakan selama empat hari, pada 1-4 November 2022. Diikuti ratusan penyaji makalah, para narasumber nasional dan internasional dengan berisi berbagai agenda akademis dan ilmiah seperti seminar, paparan berbagai materi terkait tema dan lain sebagainya. Dari Provinsi Sumatera Utara, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) Medan juga turut meramaikan event bergengsi ini.
Prof Ali Ramdhani dalam sambutannya menerangkan, tajuk kegiatan yakni agama masa depan di G-20, transformasi digital, manajemen ilmu pengetahuan dan ketangguhan sosial ini sebagai bentuk respons terhadap perubahan zaman yang begitu pesat dirasakan saat ini, terutama sehubungan dengan pandemi.
“Kita mengalami turbulensi dan dinamika kehidupan yang sangat dahsyat. Yang para ahli manajemen dunia sering sebut saat ini dengan istilah VUCA, yakni volatility (gejolak), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), Ambiguity (ambigu/bias). Dunia kita mengalami berbagai gejolak, semua serba bergejolak,” ujar Prof Ali.
Kemudian, lanjutnya, dunia juga mengalami ketidakpastian di hampir semua aspek dengan menapaki pendekatan-pendekatan dalam aspek kontemporer. Perubahan adalah hal yang pasti dan hal yang selalu tetap adalah perubahan dan hal yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri. Dunia saat ini bergerak ke arah dengan kompleksitas, yakni menyelesaikan suatu persoalan bisa jadi mendatangkan beberapa persoalan baru. Ambigu, saat ini dunia mengalami kecenderungan bias dan tidak jelas. Dasar-dasar menjadi bias dan tidak jelas.
Terkait persoalan itu, jelas Prof Ali, melalui wahana AICIS 2022 ini kembali menawarkan konsep agama sebagai solusi dalam persoalan dunia saat ini. Agama harus hadir dan dikemas untuk mempertautkan cita, cinta dan jiwa di antara manusia. Walau dalam persoalannya, agama belakangan malah menjadi sekat pembeda antarinsan manusia.
“Dulu agama datang untuk menghancurkan berhala, tapi kini agama malah menjadi berhala. Orang-orang banyak memuja agama, tapi tidak melalukan ajaran keagamaan itu sendiri. Orang mengaku dirinya sebagai beriman, tapi perilakunya jauh dari nilai-nilai keimanan,” ungkapnya.
Lebih parah, ada orang-orang yang bahkan sanggup menukarkan agama dengan istilah-istilah duniawi. Menjajal sisi-sisi lain dari lingkup agama untuk mendapatkan keuntungan diri. Padahal, pada sekat-sekat kehidupan, agama harus hadir membawa cinta dan seharusnya tidak menjadi kekuatan yang menampilkan dan menjadi pembeda.
Ia menegaskan, kementerian melalui berbagai program berupaya menghadirkan agama yang ramah, agama yang selalu mengajarkan untuk mencintai sesama manusia. Yang dikemas dan dibalut dengan giat AICIS yang rutin digelar sebagai forum ilmiah tingkat tinggi ini.
Sesuai tema diangkat, papar Prof Ali Ramdhani, future religion atau agama mana depan itu harus disajikan untuk mengembalikan nilai keagamaan pada ruh agama sebenarnya. Agama itu, tegasnya, harus mendekatkan insan-insan dan manusia beragama. Agama, seharusnya mengajarkan wajah orang yang ramah, bukan marah. Agama harusnya mengajak bukan mengejek dan dengan ajaran agama harusnya mampu membina bukan menghina. Agama mengajarkan mencinta bukan mencerca.
“Hal-hal dan aspek tersebut harus hadir dalam kehidupan kita. Gagasan itu yang dibahas dan akan dirumuskan dalam pertemuan AICIS ke-21 yang digelar 2022 ini. Transformasi pengetahuan harus menularkan nilai-nilai kebaikan dari kehidupan. Bukan soal benar salah tapi tentang nilai kebaikan dan keburukan,” tandasnya.
Penguatan nilai-nilai keberagamaan
Prof Ali menegaskan, nilai agama masa depan harus menularkan nilai kebaikan dalam kehidupan. Kombinasi dan internalisasi ajaran agama harus jadi satu bagian yang utuh tentang kecintaan dengan sesama. AICIS ini juga dimaksudkan untuk membangun agama masa depan tanpa mengubah esensi agama pada hari ini.
Prof Ali juga menguatkan, moderasi beragama bukanlah diartikan sebagai pendangkalan agama. Moderasi yang diajarkan kementerian ialah upaya dan keinginan agar insan beragama mendalami agama secara baik dan benar. Maka dengan demikian, insan dimaksud akan tampil senantiasa memahami maksud dan tujuan kehadiran agama dan rasul sebagai pembawa pesan Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).
Aspek ketangguhan atau ketahanan sosial dimaksudkan, dewasa ini, pemahaman beragama meningkatkan daya tahan seseorang dalam menghadapi tantangan dan ujian di dunia dalam aspek sosial. Agama harus hadir memenuhi kekosongan itu sebagai pelita bagi insan beragama di tengah masalah kehidupan yang dinamis maupun yang statis.
Ia mencontohkan, seseorang yang cemerlang di usia muda dan sukses namun mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, kasus yang terjadi di dunia ini disinyalir karena kurang masuknya pemahaman dan peran agama. Sehingga diharapkan kegiatan ini mampu menguatkan peran agama dalam kehidupan insan sehingga menjadi tangguh dan tahan secara sosial.
Sub-sub tema kegiatan yakni transformasi digital, manajemen ilmu pengetahuan dan ketahanan sosial diharapkan menjadi bahasan penting yang menghasilkan rumusan terbaik bagi kehidupan manusia. Khususnya dalam menghadapi berbagai persoalan, dinamika sosial hingga memberikan pandangan baru termasuk paradigma tentang perubahan sosial (social change). Salah satu solusi yang ditawarkan ialah kemampuan manusia dengan kecerdasan untuk mempu beradaptasi dan menerima perubahan sesuai perkembangan zaman, tanpa melupakan nilai-nilai keberagamaan.
Ruang-ruang kekinian, jelas Prof Muhammad Ali, perlu direkonstruksi sedemikian rupa. Jangan sampai terjebak dalam urusan objek, termasuk pertimbangan mekanisme baru dan adaptasi dengan ruang hukum baru. Ia juga menjelaskan tentang peran perempuan yang begitu besar dalam penguatan dan pengembangan nilai-nilai keberagamaan di dalam dunia saat ini.
Sub Koordinator Humas dan Informasi UIN SU Yunni Salma, MM menyampaikan, UIN SU siap menyukseskan kegiatan AICIS 2022 ini. Dengan mengirimkan sejumlah peserta sebagai penyaji dan narasumber pada rangkaian kegiatan akademis bermuatan ilmiah dengan fokus dengan kajian Islam kekinian ini.
Dari UIN SU Medan, sebagai selected panel yaitu Dr Ziaulhal dan Dr Riyandi didaulat sebagai presenter pada AICIS 2022 di Bali. Mereka diberikan kesempatan untuk mempresentasikan karya ilmiah. Partisipant yang berhadir dari UIN SU di antaranya Ketua Senat UIN SU Prof Dr Syaiful Akhyar Lubis MA, Wakil Rektor bidang Akademik Prof Dr Hasan Asari, MA, Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan Dr Nispul Khairi, MAg, Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama dan Pengembangan Lembaga Dr Maraimbang Daulay, MA, Kepala Biro AUPK H Khairunas, SH, MH, Kepala Biro AAKK Dr H Dur Brutu, MA.
Mewakili Guru Besar Prof Dr Sukiman, Prof Dr Hasyimsah Nasution, Prof. Dr. Lahmuddin Lubis, M.Ed, Prof Dr Dahlia Lubis, Prof Dr Faisar Ananda, Prof Dr Tien Rafida dan Prof Dr Chandra Wijaya. (Humas)