Indeks Ekonomi Islam Global Indonesia Peringkat 4, Literasi Keuangan Syariah Masih Rendah

Medan, (UIN SU)
Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) Medan Prof Dr Nurhayati, MAg menyampaikan, saat ini menurut data Indeks Ekonomi Islam (Eki) Global, Indonesia berada pada peringkat empat, seharusnya sebagai negera dengan populasi muslim terbesar dunia, Indonesia berada di posisi pertama.

Demikian dijelaskan Prof Nurhayati dalam sambutannya sebagai pembicara kunci pada acara konferensi internasional yang mengangkat tema pengarusutamaan ekonomi Islam ke dalam tujuan pembangunan peradaban yang digelar program doktor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN SU di Ball Room Gedung BI Sumut Jalan Balaikota, Medan, Rabu (2/8).

Sebagai pembicara kunci, ia sampaikan isu hangat seputar ekonomi Islam global dan menurut indeks tersebut, Indonesia berada pada posisi empat setelah Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Malaysia. Melihat berbagai potensi yang miliki, seharusnya Indonesia bisa menempati posisi pertama.

Berbagai indikator yang bisa dipenuhi, di antaranya terkait islamic finance, konsep halal food, moeslim friendly travel, fashion, kosmetik halal, media dan lain sebagainya. Belum lagi faktor negara ini sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dunia. Dengan jumlah muslik sekitar 231 juta sebagai potensi luar biasa pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Namun, ia memaparkan sejumlah tantangan terkait indeks eki yang masih rendah. Di antaranya pangsa pasar ekonomi syariah yang masih rendah yakni sekitar 10,16 persen. “Kemudian, faktor lain yaitu literasi keuangan syariah yang masih rendah,” ujarnya.

Dari data OJK, literasi keuangan syariah pada 2016 sekitar 8,1 persen dan pada 2019 naik menjadi 8,93 persen. Kenaikan ini tidak signifikan. Berbagai tantangan tersebut, menurutnya, perlu dirumuskan dan dicarikan solusinya melalui forum akademis internasional ini. “Banyak hal perlu diteliti terkait persoalan ekonomi syariah ini. Maka diharapkan forum ini menghasilkan gagasan inovatif untuk perkembangan ekonomi syariah,” tukasnya.

Berdasarkan hasil riset UIN SU, salah satu faktor rendahnya literasi keuangan syariah yakni karena istilah keuangan yang kurang familiar dan kurang dipahami masyarakat. Istilah-istilah Arab seperti mudharabah dan lainnya masih banyak masyarakat tak paham. Terkait faktor ini, menurut Prof Nurhayati, perlu sinergitas praktisi keuangan seperti perbankan dan OJK dengan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al Washliyah dan lainnya sebagai perwakilan ulama yang nantinya akan menguatkan sosialisasi literasi keuangan syariah kepada masyarakat.

Lalu, wawasan dan pengetahuan terkait keuangan syariah, bisa disampaikan dalam berbagai ini ceramah dan khotbah sehingga istilah ekonomi syariah bisa lebih dipahami dan melekat serta familiar bagi masyarakat. Dengan begitu, indeks literasi keuangan syariah dan tingkat investasi dalam instrumen keuangan syariah akan terus naik di masa depan.

Prof Nurhayati juga menyadari, ketersediaan SDM untuk keuangan dan ekonomi syariah juga belum optimal. Sebagai perguruan tinggi ia optimis dengan berbagai program, bisa tercipta lulusan kampus yang kompeten dalam bidang ekonomi syariah. “Kita berperan sebagai agent dengan FEBI dan beberapa jurusan terkait ekonomi Islam yang memberikan sosialisasi dan edukasi publik terkait isu-isu aktual ekonomi syariah. Hal ini diperkuat dengan program MBKM. Peran berikutnya ialah riset terkait bisnis Islam di Indonesia,” tukasnya.

Kepala Bank Indonesia Sumut, Wira Kusuma menyampaikan, BI terus mendukung dan mendorong penguatan iklim keuangan syariah di Tanah Air dan Sumut. Di antaranya dari aspek penguatan keuangan syariah dari sisi kebijakan dan model bisnis keuangan syariah. Perluasan instrumen dan pelaku keuangan syariah, penguatan halal life style melalui edukasi dan literasi terkait halal style dan peningkatan literasi ekonomi syariah.

Penguatan ekonomi syariah bisa melalui halal value change yang dilaksanakna melalui beberapa program melibatkan pemangku kepentingan. Di antaranya program ekonomi pesantren seperti di Ponpes Raudlatul Hasanah dengan mendirikan usaha laundry, toko roti dan air minum kemasan.

Dekan FEBI Prof Syukri Albani menyampaikan apresiasi terhadap pelaksanaan konferensi internasional oleh mahasiswa program doktoral UIN SU yang diinisiasi Dr (c) Angga Syahputra, SEI, MEI yang juga mendapat dukungan penuh dari BI Sumut, terkait perkembangan ekonomi syariah. Salah satu fokus BI ialah ekosistem halal dan hilirisasi tujuan ekonomi syariah.

Ia menjelaskan, ternyata membahas ekonomi sebagai produk yakni membangun kepercayaan diri dari pengusaha dan pelayanan. Ini menarik jika dikaitkan dengan hadis, ‘orang fakir itu dekat dengan kekufuran’. Jadi ini membahas personaliti. Bagus usahanya, kalau personal tidak baik, maka hilirisasi jadi penting. FEBI siap bekerja sama secara produktif, di antaranya dengan melibatkan lulusan dan pasar dalam pengembangan ekonomi Islam khususnya di Sumut.

“Tidak ada yang eksklusif, UIN SU Medan untuk memajukan semangat inklusif. Mudah-mudahan ini menjadi latar belakang kita bersama untuk menguatkan hasil. Kita semua diberi kekuatan dan keberkahaan dari Allah SWT,” pungkasnya.

Konferensi ini menghadirkan sejumlah narasumber kompeten. Di antaranya Kepala Deputy BI Sumut Ibrahim, Vice President Commissioner BSI Ir H Adiwarman Karim, SE, MBA, Dato’ Prof Dr Ahmed Kameel Mydin Meera dari Malaysia dan pakar ekonomi Islam Prof Dr Azhari Akmal Tarigan, MAg. Ucapan selamat datang dari Dekan FEBI Prof Dr Syukri Albani dan ketua panitia Kaswinata, SE, Ak, Ca, MSP. Hadir segenap sivitas kampus dan para pemangku kepentingan dalam lingkup keuangan syariah Sumut. (Humas)